Selasa, 07 Agustus 2012

...

Aku merasakan hasratmu bersama langkahku
Melangkah tegas dan lemas di atas daun basah
Aku merasakan itu, dan mencarinya
Tunjukan perasaan itu

Perlahan-lahan, 
Sepelan penantian serbuk sari jatuh ke bakal bunga
Aku duduk menghitung menit bulan yang hendak hilang

Tanganmu, membelai kasar kulit wajah keriput ini
Memandang dengan dingin dan sedih
Sedih 
Air hujan pun tak dapat menyembunyikan air wajahmu

Kau kebingungan
Mencoba mengingat apa yang terjadi 
Mau tau?
Saat itu, tanpa banyak bicara kita hanya menari di bawah sinar lampu jalan
Menari hingga gelap selesai
Menari tak peduli opini orang
Menari hingga bibir lelah untuk diam

Keheningan itu tersimpan di dalam tulang
Kebekuan itu terkubur di bawah sepatu kita
Ketidakpedulian yang akhirnya tumbuh dan mekar
Dan berbuah asam

Tak berbekas. Tak tahu apa itu

Senin, 06 Agustus 2012

ujung tanah, kaki langit (curhatan pertama pendaki gunung amatiran)

Jakarta (dan sekitarnya) sebuah kota Megapolitan dengan bermacam budaya dan keunikannya berdiri congkang sebagai Ibu Kota NKRI. Sebegitu kompleks dan heterogennya Jakarta, sampai akhirnya melahirkan banyak jenis hiburan-hiburan yang bisa kita pilih buat sekedar melepas penat akan rutinitas sehari-hari.

Dari bidang seni musik, ga usah di tanya, banyak banget musisi mainstream dan indie yang punya base di Jakarta. Seni akting dan peran? juga banyak. Banyak teater-teater yang berdiri secara bebas yang mempunyai keunikan masing-masing. Apalagi olahraga, tinggal cek area senayan hari minggu pagi dan lo bakal nemuin segudang komunitas ngumpul dan latian di sana.

Gw juga sebenernya tertarik dengan kegiatan yang berbau musik dan olahraga. Tapi kenapa dari semenjak bangku SMA duluu, saat gw masih muda dan lugu, gw pengen banget ikut perkumpulan pecinta alam. Dan akhirnya hal tersebut gw realisasikan dengan ikut seleksi anggota Mapala UI pas gw (secara kebetulan) masuk UI. Yaah, walaupun pada akhirnya hasilnya tidak memuaskan salah satu pihak (well-fucked).

Tapi dari situ gw dapet ilmu dan pengalaman yang ga ternilai (seriusan). Ga sedikit orang yang bingung, bahkan nanya, "Eh, kenapa lo suka naik gunung sih? kan cuma nyape-nyapein doang." susah sebenernya klo mau ngejawab pertanyaan macem itu. Dari pengalaman, pengetahuan sama cara pandang aja beda, ya ga mungkin gw menyampaikan apa yang gw maksud dan bisa ditangkep secara baik oleh si penerima.

Ibarat kata gw sukanya minum es buah yg di atasnya di siramin sirop stroberi, sedangkan si penerima sukanya minum jus mengkudu dengan taburan urea. ya jelas ga bisa dibandingin. Jadi, gw terangin secara garis besar aja ya bre. Naik gunung emang ga beda jauh dengan aktifitas yang menguras tenaga lain. SALAH. ya beda lah, kan tadi perumpamaannya udah gw kasih tau.  

Naik gunung itu capek. banget. 
Klo ujan, basah, kedinginan. Alamat ga bisa tidur. Alamat palsu *loh
Klo air tinggal dikit, ngirit. daripada keabisan.
Klo yg bagian masak ransum failed, pait. mesti makan nasi setengah beras. Mentok-mentok mie instan, yang berbuntut pada penurunan kinerja otak akibat konsumsi Monosodium Glutamat (baca:micin) yang berlebihan.
Klo tidur empet-empetan, ga nyenyak. Alamat ga bisa tidur (lagi)

Tapi, dari semua kepaitan dan kelayuan itu, ada banyak hal yg bisa kita mengerti secara tersirat. Lo bakal mengerti betapa asiknya mengistirahatkan raga lo setelah cape, cape, bgt setelah jalan nanjak. Lo bakal merasa bahwa istirahat yang sebentar itu, yg biasanya diisi sama minum-minum kopi atau makan snack-snack - yang notabene lo cuma duduk di atas batu/kayu di tempat yg jauh dari peradaban, sangat indah. Lo bakal ketawa tanpa alasan yg jelas. lo bakal ketawa walaupun joke yg rekan lo omongin ga lucu. sama sekali.

Lo bakal mengerti, siang dan malam yang biasanya lo habiskan dan lewatkan di kota, ternyata indah dan dalem banget. Lo bakal lebih seneng menghabiskan malam lo di luar tenda, bukan di dalemnya (kecuali klo ujan, deres). Makanan yang lo makan bakal terasa lebih... aneh. hahahaha. Yaiyalah, koki dadakan yg paling hebat cuma masak telor ceplok, disuruh masak macem-macem. Tapi, yah, well-served lah overall.

Tapi hal yg paling gw puja dari naik gunung adalah, kebebasannya. Bener banget. Pas naik gunung itu cuma ada Lo, temen-temen lo dan alam. Lo ga perlu pusing mikirin kuliah, mikirin nilai, mikirin pacar, mikirin organisasi, mikirin hal2 apapun yang bikin lo muak. Lo bisa bebas teriak klo lo muak. Lo bisa berbicara dengan alam dan mengerti bahwa semua yang ada di dunia ini saling terhubung. 

Lo bakal menghargai apa aja hal-hal yg lo punya, karena saat mendaki, lo ga bakal membawa apa-apa kecuali badan, tas dan nyali. Lo bakal sadar hal-hal kecil kaya minum, ngakak guling-gulingan di kosan temen, nonton tv, dll,  itu jadi berharga banget.

Buat gw, naik gunung itu pelarian yang melelahkan. Bukan buat lari dari kenyataan, tapi buat lari lebih dekat ke ujung tanah dan lebih tinggi ke kaki langit. 

Ahahahaha. Nampaknya panjang juga tulisan saya. Oke saya kasih beberapa foto pendakian pertama

Tim pendakian pertama (dari kiri --> Mentor Yoyo, Oci, Dila, Gw, Hiko)
Tim pendakian pertama (Mentor Yoyo, Oci, Dila, Gw, Hiko)

Lembah Surya Kencana, pas banget kabut, Boker style
Lembah Surya Kencana+matahari = Heaven's Tail


Kamis, 02 Agustus 2012

Cemasku


semua mengapung dan mengalir, perlahan
dramatis dan penuh dengan anekdot 
semua gambar, kata-kata, dan ingatan serta persepsi imajiner
yang akhirnya menunjukan, memberikan, menyimpulkan
sebuah makna yang berbeda
sebuah makna yang tak benar
sebuah makna yang jauh dari realita

apa yang sebenarnya kita cemaskan?
apakah berbanding lurus dengan apa yang kita harapkan
atau berbanding terbalik dengan apa yang kita butuhkan?

jika kita kumpulkan semua pengalaman dan pengetahuan
jika saja kita dapat mengumpulkan itu
mungkin tidak ada yang perlu kita cemaskan
kita pikirkan
kita renungkan sebab dan akibat sebelum kita memutuskan untuk bertindak

tidak akan ada sebuah benda yang bebas
sekiranya harus kita tukar dengan sesuatu

hal-hal yang kita takuti
akan kita tukar dengan waktu yang dihabiskan untuk menghadapinya
hal-hal yang kita cemaskan
akan kita tukar dengan pengalaman yang dihabiskan untuk berbagi dengan kerabat
hal-hal yang kita pikirkan
akan kita tukar dengan suara ringan tawa dan celoteh senyum 

jika begitu, mengapa masih ada saja
hal yang ingin kita hindari dan kesampingkan?
karena kita belum tahu, dengan apa akan kita tukar hal-hal tersebut

Peninggalan


Kita adalah sebuah perasaan
Yang disisakan oleh para pendahulu kita
Kita adalah seuntai senyum
Yang diberikan oleh para pendahulu kita
Kita adalah setitik luka
Yang diperhatikan oleh mereka

Tanpa perhatian kita terhasut oleh keadaan
Melupakan hal yang penting, meninggalkan hal yang terpenting
Kebingungan di dalam duniamu sendiri
Karena tanah yang kau pijak tak lagi subur

Menanti waktu dan keadaan yang akan segera membaik
Mengharap suasana dan kesempatan yang mungkin, dan pasti tidak akan pernah datang
Tidak akan pernah mendekat

Mereka bersurat, “ Mudah-mudahan, kalian cepat bangun, dan belajar berdiri.”
“Lalu berlari, dan terjatuh, hanya untuk belajar bangun, dan kembali berdiri.”
“Lalu berlari dan berlari.”



Selasa, 06 Desember 2011


Teman, hidup itu ga’ selamanya susah. Tapi belum tentu selamanya juga gampang. hidup itu bagai roda. Ada saat dimana kita kadang di atas, kadang sebaliknya.
Tapi sadar ga sih, dia, orang yang menyatakan teori itu berpikir gimana saat hidup itu kita itu lagi berada di pinggiran antara roda yang menapak ke tanah sama yang posisinya paling tinggi?
Saat hidup kita ada di seperempat bagian roda yang lebih deket ke tanah, atau seperempat bagian yang lebih deket ke langit? Saat dimana kita ga lagi sedih karena lagi sial, ataupun saat kita lagi kalaf karena lagi beruntung
Well, gue rasa itu keadaan gw saat ini. Gue lagi ga di posisi susah, tapi ga bisa juga dibilang beruntung. Macem dilemma tapi-ga-kaya-lagu-salah-satu-girlband-sialan-yang-lagi-hits-di-kalangan-ababil-alay.
 Hidup buat gue itu kaya telur, oval. Tapi sudut-sudutnnya lebih lancip. Yang berarti kita ga bakal tinggal di titik itu terlalu lama. Dan itu bakal membuat kita tinggal di bagian sisi antara titik  puncak dan titik terendah lebih lama.
Gue ambil contoh, sepanjang seminggu ini gue bisa maen puas sama temen-temen, gue berhasil ngirit uang jajan, serta gue bisa ngeband. Tapi jadwal pribadi gue berantakan, tugas keteteran, terus kurang tidur.
Gue yakin itu bukan proses supaya gue bisa lebih dewasa dan bijaksana untuk menjalani hidup, gue juga yakin kalau itu bukan karena gue kurang disiplin sama waktu, juga bukan gara-gara gue cuma bisa ngeluh dan nunggu nasib baik dateng ke depan muka gue.
Itu hidup gue. Itulah hidup gue. Hidup yang terlihat menyenangkan di satu sisi, tapi ternyata berat juga kalau dijalananin. Bukan hidup sempurna yang bisa dijalanin dengan semangat pagi atau mimpi. Semangat oagi dan mimpi itu ngebantu, sedikit. Jadi apa yang bakal lo lakuin sama hidup lo ini?
Kalau gue jelas. Gue bakal ngejalanin hidup gue dengan cara gue. Gue adalah seorang murid yang patuh terhadap peraturan, tapi terkadang gue langgar juga peraturan itu. Gue ada rapat yang harus gue ikutin, gue ada les yang harus gue hadiri, gue ada pacar yang nunggu minta dikabarin, tapi, kalau gue lagi ga mau dan bener-bener ga pengen. Ya ga bakal gue lakuin. Tapi ga setiap waktu gue lupakan hal-hal kaya gitu.
Ini hidup gue, gue yang mengendalikan bukan sebaliknya.


Page one of our lasut daily

Selasa, 01 November 2011

postingan pertamax

udah setaunan kurang gw ga maenan blog lagi. bahkan ampe bikin account baru gara-gara lupa email sama passwordnya. kacau. oke, mari berkicau dan bergembira lagi. .